Tak terasa sudah memasuki panen ke-3 untuk kopi Sumatera, Toba Red Leci dengan proses coferment dengan Jus Leci
Red Leci Fermentation Process
Origin: Toba, Sumatera Varietas: Onan Ganjang, Catimor, Mix Process: Co-Fermentation with Lychee (Leci Process)
Profil Inovatif dari Tanah Sumatera
Hadir sebagai inovasi terbaru dari dataran tinggi Toba, proses Red Leci Fermentation menggabungkan karakter khas kopi Sumatera dengan sentuhan manis alami dari buah leci segar. Menghasilkan cup profile yang sweet, juicy, dan beraroma tropikal menyerupai buah leci manis.
Step Processing
Buah kopi merah matang dipetik secara selektif.
Dilakukan proses anaerobic fermentation pada whole cherry selama 48 jam.
Setelah itu, kopi dikupas (pulping) dan difermentasi kembali di dalam tong tertutup bersama buah leci kaleng selama 72 jam.
Proses pengeringan dilakukan selama 10–12 hari di bawah sinar matahari secara merata, untuk menjaga kestabilan rasa dan aroma.
Saran Penyeduhan – V60 Brew Guide
Metode: Pour Over (V60) Alat: V60 01 Dosis: 13 gram kopi Air: 195 ml (90°C) Teknik Tuang: Circular motion Metode Tuang:
Tuang pertama: 40 ml → tunggu hingga air tiris dan diamkan 1 menit
Tuang kedua: hingga 110 ml tunggu tiris lanjut tuangan ketiga
Hubungan Grind Size dengan Parameter Ekstraksi Kopi Grind size (ukuran gilingan) merupakan faktor kritis dalam ekstraksi kopi, memengaruhi rasa, keseimbangan, dan kualitas seduhan. Berikut penjelasan lengkapnya:
1. Grind Size vs. Tipe Alat Ekstraksi
Setiap metode penyeduhan memerlukan ukuran gilingan spesifik untuk mengoptimalkan ekstraksi, cara pola pikirnya adalah semakin cepat ekstraksi yang akan kita lakukan semakin halus grindsizenya , vice versa:
Espresso: Setting size halus,kata kuncinya Halus=Cepat, size halus dibutuhkan untuk mendapatkan rasa kopi yang optimal di mesin espresso dan ekstraksi terjadi sangat cepat (20–30 detik) di bawah tekanan tinggi.
Pour-Over/Drip (V60, Switch, Flatbottom): Setting size medium (seperti gula pasir), Tipe seduhan yang hanya mengandalkan flow air turun dari atas kebawah, agar air mengalir perlahan, ekstraksi seimbang (2–4 menit), some cases sampai 5-6 menit masih enak.
French Press(full imersion): Setting size slightly lebih kasar dibandingkan Pourover untuk menghindari sedimen/fines dan over-ekstraksi , rata-rata total brew time immersion berkisar selama 4-6 menit.
AeroPress: Alat yang Super Fleksibel, dari halus ke kasar, tergantung waktu dan teknik (1–5 menit).
Cold Brew: Gilingan sama dengan frenchpress untuk ekstraksi lambat (12–24 jam).
2. Grind Size vs. Roast Profile
Dark Roast: Semakin lama proses roasting kopi semakin mudah terekstrak. Lebih rapuh dan porous, mudah terekstrak. Gunakan gilingan sedikit lebih kasar untuk menghindari rasa terlalu pahit.
Light Roast: Lebih padat, memerlukan gilingan lebih halus atau waktu seduh lebih panjang untuk mengekstrak sweetness, acidity, body dan kompleksitas.
3. Grind Size vs. Brew Ratio
Gilingan Halus: Ekstraksi lebih efisien, memungkinkan rasio air lebih tinggi (1:17–1:18) tanpa rasa encer. Contoh: Pour-over dengan rasio 1:17 untuk meningkatkan clarity.
Gilingan Kasar: Rasio lebih rendah (1:15–1:16) untuk menjaga kekuatan rasa, terutama ratio ini baik digunakan pada metode immersion (French Press).
4. Grind Size vs. Total Brew Time
Gilingan Halus: Semakin halus semakin banyak surface area yang dapat kita ekstrak. Impactnya juga akan memperlambat aliran air, meningkatkan waktu kontak. Pada metode pour-over, haluskan gilingan untuk memperpanjang waktu ekstraksi, tetapi awasi agar tidak over-ekstrak.
Gilingan Kasar: Cocok untuk metode dengan waktu kontak lama (French Press) atau aliran cepat (Cold Brew).
Tips Penyesuaian
Mulai dari Rekomendasi: Gunakan panduan grind size sesuai alat, lalu sesuaikan berdasarkan rasa.
Contoh: Jika espresso terasa pahit, giling lebih kasar atau kurangi waktu ekstraksi.
Eksperimen dengan Rasio: Untuk gilingan halus, coba rasio 1:17–1:18; untuk gilingan kasar, 1:15–1:16.
Kontrol Waktu: Pada pour-over, jika seduhan terlalu lama (>4 menit) dan rasa pahit, giling lebih kasar.
Sumber Rekomendasi
Counter Culture Coffee: Menekankan keseimbangan grind size, rasio, dan waktu untuk ekstraksi optimal.
James Hoffmann (YouTube): Teknik penyesuaian grind size berdasarkan metode dan preferensi rasa.
Scott Rao (Buku “The Coffee Brewer’s Handbook”): Prinsip konsistensi gilingan dan kontrol ekstraksi.
Dengan memahami interaksi grind size, alat, roast profile, rasio, dan waktu, Anda bisa menciptakan cangkir kopi yang seimbang sesuai selera. Selalu uji coba dan catat perubahan untuk menemukan kombinasi terbaik! ☕
Perbedaan TDS Meter dan Refractometer, Apakah TDS meter bisa buat mengukur larutan kopi? serta Alternatif Pengukur Ekstraksi Kopi?
Berikut penjelasan detail tentang perangkat pengukur ekstraksi kopi dan relevansinya:
1. TDS Meter vs. Refractometer
Aspek
TDS Meter
Refractometer
Prinsip Kerja
Mengukur konduktivitas listrik dari ion terlarut.
Mengukur indeks bias cahaya yang dibelokkan oleh larutan.
Akurasi untuk Kopi
Kurang akurat karena hanya mendeteksi ion (tidak termasuk senyawa organik non-ionik seperti gula dan asam).
Lebih akurat jika dikalibrasi khusus untuk kopi, karena mendeteksi semua zat terlarut (ionik + non-ionik).
Kalibrasi
Umumnya menggunakan larutan standar konduktivitas.
Dikalibrasi dengan larutan referensi (misal: air suling) atau air tds 0
Output
Langsung menunjukkan TDS dalam persen.
Menunjukkan TDS atau Brix, tergantung kalibrasi.
Kegunaan
Cocok untuk aplikasi umum (misal: air minum bermineral atau tidak bermineral)
Lebih direkomendasikan untuk kopi karena presisi.
Mengapa Refractometer Juga Menampilkan TDS? Refractometer bisa dikonversi ke skala TDS karena adanya formula atau tabel kalibrasi khusus untuk kopi. Misalnya, alat seperti VST Coffee Refractometer menggunakan algoritma yang menghubungkan indeks bias dengan persentase ekstraksi kopi.
2. Brix Meter sebagai Alternatif Untuk
Mengukur Ekstraksi Kopi?
Brix meter adalah jenis refractometer yang dikalibrasi untuk mengukur persentase sukrosa dalam air (1°Brix = 1% sukrosa). Namun, kopi mengandung campuran kompleks (gula, asam, senyawa organik), sehingga Brix meter tidak langsung akurat.
Cara Menggunakan Brix Meter untuk Kopi:
Beberapa praktisi menggunakan faktor konversi (misal: TDS ≈ Brix × 0,85) untuk mengestimasi ekstraksi kopi.
Contoh: Jika Brix meter menunjukkan 15°Brix, maka perkiraan TDS kopi = 15 × 0,85 = 12,75%.
Catatan: Ini hanya estimasi! Akurasinya bergantung pada profil kopi dan kalibrasi alat.
3. Alternatif Lain untuk Mengukur Ekstraksi Kopi
Gravimetric Analysis:
Menimbang berat kopi sebelum dan sesudah diseduh untuk menghitung ekstraksi berdasarkan kehilangan massa.
Akurat tetapi memakan waktu dan tidak praktis untuk penggunaan harian.
Software Pendukung:
Aplikasi seperti Coffee Tools atau Liquid Intelligence bisa menghitung ekstraksi jika input TDS dan rasio brew sudah diketahui.
Perangkat Hybrid:
Alat seperti Atago Coffee Master menggabungkan refractometer dengan kalibrasi khusus kopi untuk hasil lebih presisi.
4. Tips Memilih Alat Ukur
Untuk Pemula: Gunakan refractometer khusus kopi (misal: VST Lab Refractometer) dengan harga terjangkau,atago atau difluid
Untuk Profesional: Kombinasikan TDS meter dan refractometer untuk analisis lebih komprehensif.
Hindari Brix Meter Umum: Kecuali Anda sudah memahami faktor konversi dan batasan akurasinya.
Sebagai Tambahan
Pengaruh Suhu terhadap Akurasi Refractometer dan TDS Meter
Suhu sampel sangat memengaruhi akurasi refractometer dan TDS meter karena prinsip kerja kedua alat ini bergantung pada sifat fisika larutan yang sensitif terhadap perubahan suhu. Berikut penjelasan detailnya:
1. Refractometer
Mengapa Suhu Berpengaruh?
Refractometer mengukur indeks bias (kemampuan larutan membelokkan cahaya). Indeks bias dipengaruhi oleh kepadatan larutan, yang berubah seiring suhu:
Suhu tinggi → Larutan memuai → Kepadatan menurun → Indeks bias turun.
Suhu rendah → Larutan menyusut → Kepadatan meningkat → Indeks bias naik.
Dampak pada Pengukuran Kopi
Jika sampel kopi diukur dalam keadaan panas (misal: espresso baru diseduh), indeks bias akan lebih rendah dari nilai sebenarnya, sehingga hasil TDS atau Brix terukur lebih rendah.
Sebaliknya, sampel yang terlalu dingin bisa menghasilkan pembacaan lebih tinggi.
Solusi
Automatic Temperature Compensation (ATC): Refractometer modern biasanya dilengkapi ATC yang mengkompensasi suhu sampel dalam rentang 10–30°C. Namun, jika suhu di luar rentang ini, akurasi tetap menurun.
Dinginkan Sampel: Idealnya, biarkan sampel kopi mencapai suhu ruang (20–25°C) sebelum diukur.
2. TDS Meter
Mengapa Suhu Berpengaruh?
TDS meter mengukur konduktivitas listrik larutan. Ion dalam larutan bergerak lebih cepat saat suhu naik, sehingga konduktivitas meningkat meskipun konsentrasi ion tetap sama.
Suhu tinggi → Konduktivitas naik → Pembacaan TDS lebih tinggi dari sebenarnya.
Suhu rendah → Konduktivitas turun → Pembacaan TDS lebih rendah.
Solusi
Pastikan alat memiliki fitur temperature compensation dan gunakan dalam rentang suhu yang direkomendasikan (biasanya 0–50°C).
Hindari mengukur sampel yang terlalu panas atau dingin.
3. Perbandingan Sensitivitas Suhu
Aspek
Refractometer
TDS Meter
Pengaruh Suhu
Lebih sensitif (perubahan indeks bias signifikan).
Kurang sensitif (kompensasi suhu lebih baik).
Rentang Optimal
15–30°C (dengan ATC).
5–50°C (bergantung alat).
Kesalahan Umum
Hasil rendah jika sampel terlalu panas.
Hasil tinggi jika sampel terlalu panas.
4. Tips Praktis untuk Pengukuran Akurat
Dinginkan Sampel: Tunggu hingga kopi mencapai suhu ruang (20–25°C) sebelum mengukur.
Gunakan Alat Berkualitas: Pilih refractometer/TDS meter dengan kompensasi suhu otomatis dan kalibrasi rutin.
Ikuti Panduan Pabrik: Baca manual alat untuk mengetahui rentang suhu yang didukung.
Hindari Pengukuran Ekstrem: Jangan ukur sampel yang baru direbus atau baru dikeluarkan dari kulkas.
Kesimpulan
Suhu sampel berpengaruh signifikan pada akurasi refractometer dan TDS meter karena kedua alat bergantung pada sifat fisika larutan yang peka terhadap panas. Untuk hasil terbaik, selalu pastikan sampel berada dalam rentang suhu yang direkomendasikan dan gunakan alat dengan fitur kompensasi suhu.
Mengapa Biji Kopi Berminyak? Memahami Penyebab dan Dampaknya pada Rasa
Biji kopi yang berminyak seringkali kalian lihat dibeberapa kedai ternama yang tersebar di seluruh dunia, apakah ini standar sangrai kopi yang benar?ada juga yang berpikir minyak pada biji kopi itu karena ada penambahan flavor atau rasa. Minyak pada permukaan biji kopi (disebut coffee oil) tidak selalu berkaitan dengan penambahan flavoring, melainkan dipengaruhi oleh proses sangrai, metode pengolahan biji, dan faktor lingkungan. Berikut penjelasannya:
1. Penyebab Utama Biji Kopi Berminyak
a. Profil Sangrai (Roast Profile)
Dark Roast: Pada tingkat sangrai gelap (dark roast), suhu tinggi (di atas 220°C) dan durasi sangrai yang lebih lama merusak struktur sel biji kopi. Hal ini memicu minyak alami (yang seharusnya terperangkap di dalam biji) keluar ke permukaan. Semakin gelap sangrai, semakin berminyak biji kopi.
Fakta Menarik: Minyak pada dark roast biasanya muncul setelah 1–2 minggu penyimpanan, karena reaksi degassing (pelepasan CO₂) yang merangsang migrasi minyak.
b. Metode Pengolahan Biji (Processing)
Bahkan biji kopi light roast bisa muda berminyak jika melalui proses pengolahan khusus:
Fermentasi Panjang: Proses fermentasi yang lama (misal: anaerobic fermentation) atau pengeringan dengan suhu tinggi dapat melemahkan struktur sel biji, memicu minyak merembes ke permukaan.
Pengeringan Ekstrem: Pengeringan biji di bawah terik matahari dengan suhu tinggi atau durasi panjang (seperti pada kopi natural process) juga berpotensi membuat biji lebih berminyak, meski disangrai ringan.
2. Dampak Minyak pada Biji Kopi
a. Terhadap Aging (Penuaan Biji)
Minyak di permukaan biji kopi mempercepat oksidasi karena terpapar udara. Akibatnya:
Rasa lebih cepat berubah: Aroma berkurang, muncul rasa tengik (rancid).
Dark roast berminyak umumnya memiliki shelf life lebih pendek dibanding light roast.
b. Terhadap Rasa
Dark Roast Berminyak: Cenderung menghasilkan rasa smoky, pahit, dan berat karena minyak membawa senyawa karbonisasi dari sangrai gelap.
Light Roast Berminyak: Meski berminyak, itu tidak apa-apa, kopi ga akan terasa smoky walaupun ada sedikit oil karena memang tingkat sangrainya light. biji dengan proses fermentasi khusus bisa mempertahankan rasa fruity, acidity cerah, dan aroma floral. Contoh: Kopi anaerobic natural dari Gayo, Flores, Ethiopia atau Kolombia.
3. Mitos yang Perlu Dibenarkan
“Warna Biji Kopi Mencerminkan Rasa”
Warna biji kopi sangat bias: Biji light roast dari proses natural mungkin terlihat lebih gelap karena residu gula dari kulit buah, tetapi rasanya tetap ringan dengan lively acidity.
“Kopi Berminyak = Fresh”
Salah! Minyak pada dark roast justru sering muncul setelah biji “menua” (setelah degassing). Kopi light roast berminyak dari proses khusus mungkin masih fresh, tetapi perlu disimpan di wadah kedap udara untuk mencegah oksidasi.
4. Tips dari Berbagai Sumber
Simpan di Wadah Kedap Udara: Minyak pada biji kopi rentan oksidasi. Simpan dalam wadah vakum atau kedap udara, jauhkan dari panas dan cahaya (Sumber: National Coffee Association USA).
Grind Sesaat Sebelum Brewing: Biji berminyak lebih rentan menggumpal saat digiling. Pastikan grinder Anda bersih dari sisa minyak untuk menghindari coffee retention (Sumber: Barista Hustle).
Pilih Metode Penyeduhan yang Tepat:
Dark roast berminyak cocok untuk espresso atau French Press (tekstur berat).
Light roast berminyak dengan rasa fruity lebih cocok untuk pour-over atau Aeropress (Sumber: Perfect Daily Grind).
Perhatikan Roast Date: Konsumsi biji kopi berminyak dalam 2–3 minggu setelah sangrai untuk rasa optimal (Sumber: Coffee Research Institute).
Kesimpulan
Kepercayaan bahwa “kopi berminyak = buruk” atau “kopi berminyak = premium” adalah oversimplifikasi. Faktor seperti proses pengolahan, tingkat sangrai, dan teknik penyimpanan jauh lebih berpengaruh pada rasa akhir. Jika Anda menemukan biji light roast berminyak dengan rasa fruity, itu mungkin hasil inovasi pengolahan modern—bukan kecacatan!
Pernah mencoba kopi light roast berminyak? Bagikan pengalamanmu di komentar! ☕
Sumber: Sagebrush Coffee, Coffee Research Institute, Perfect Daily Grind, National Coffee Association USA.
Mitos Espresso: Fakta tentang Krema dan Cara Menikmati Espresso yang Lebih Baik
Espresso adalah minuman kopi yang sangat pekat ,terkonsentrasi, ada yang bilang adalah minumaan kopi yang kaya akan rasa dan aroma, tetapi sering dikelilingi oleh mitos-mitos yang membingungkan, terutama tentang krema—lapisan buih cokelat keemasan di atas espresso. Beberapa orang menganggap krema sebagai indikator kualitas, sementara yang lain merasa rasanya terlalu pahit. Mari kita bahas fakta-faktanya dan beberapa tips untuk menikmati espresso dengan lebih baik.
1. Mitos Krema: Tidak Selalu Menandakan Kualitas
Banyak orang percaya bahwa krema yang tebal = espresso berkualitas tinggi, tapi sebenarnya tidak selalu begitu. Krema fresh roast,dark roast sangatlah tebal- tapi apakah itu menandakan bahwa kopi di fase rasa terenak???
Krema terbentuk dari emulsi minyak kopi, karbondioksida, dan air yang tertekan selama ekstraksi. Meskipun krema bisa menjadi tanda kesegaran biji kopi, ketebalannya juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti:
Kesegaran kopi: Umur Kopi yang terlalu lama disimpan (stale) akan kehilangan CO₂, sehingga menghasilkan krema tipis atau bahkan tidak ada.
Suhu air: Jika air brew tidak cukup panas (idealnya 90–96°C), ekstraksi tidak optimal dan krema bisa berkurang.
Over-ekstraksi: Ekstraksi terlalu lama bisa membuat krema terlihat gelap, tipis, dan rasanya pahit.
2. Rasa Krema Sebenarnya Tidak Selalu Enak
Krema mengandung konsentrasi tinggi minyak kopi dan senyawa pahit. Bagi sebagian orang, rasa krema saja terlalu kuat dan kurang seimbang. Mengaduk espresso dengan durasi singkat dapat membantu menghasilkan minuman yang lebih balance. Fungsi krema juga sebagai insulator alami yang menjaga suhu espresso tetap panas dan memperlambat oksidasi.
3. Espresso Cepat Teroksidasi: Rasa Jadi “Sharp” dan Metallic
Setelah diekstraksi, espresso mulai teroksidasi dengan cepat (dalam hitungan detik!). Jangan pernah membiarkan minuman espresso terlalu lama! segera minum karena ketika dibiarkan terlalu lama, rasanya bisa berubah menjadi tajam, metallic, dan kurang nyaman di lidah. Itulah mengapa espresso sebaiknya dinikmati segera setelah diseduh.
Tips untuk Krema dan Espresso yang Lebih Baik
Gunakan biji kopi segar (roasted within 2–4 minggu) untuk krema yang konsisten.
Grind size dan ekstraksi seimbang – Grind terlalu halus bisa menyebabkan over-ekstraksi, sementara terlalu kasar membuat krema tipis.
Air harus cukup panas (90–96°C) untuk ekstraksi optimal.
Aduk espresso sebelum diminum untuk mencampur krema dengan cairan di bawahnya, sehingga rasa lebih seimbang.
Minum segera – Espresso terbaik dinikmati dalam 1-2 menit setelah penyajian.
Kesimpulan
Krema bukan satu-satunya penanda kualitas espresso. Faktor seperti kesegaran biji, suhu air, dan teknik ekstraksi juga sangat berpengaruh. Jika Anda tidak menyukai rasa pahit krema, coba aduk sebelum diminum atau pilih biji kopi dengan profil roasting yang lebih seimbang.
Apa pengalaman Anda dengan krema espresso? Bagikan di komentar! ☕
Air adalah komponen terpenting dalam menyeduh kopi, karena lebih dari 98% secangkir kopi terdiri dari air. Namun, tidak semua air cocok untuk menyeduh kopi yang baik. Kualitas air memengaruhi ekstraksi, rasa, aroma, dan tekstur kopi. Melalui artikel ini saya akan membahas bagaimana karakteristik air (seperti hardness, kandungan mineral, dan pH) memengaruhi hasil seduhan, serta rekomendasi air terbaik untuk kopi berdasarkan berbagai sumber, termasuk Apax Coffee Lab.
1. Kandungan Mineral dan Hardness Air
Air dengan kandungan mineral tinggi (high TDS/Total Dissolved Solids) dan hardness (kekerasan) yang tinggi dapat mudah menyebabkan over-ekstraksi. Hal ini terjadi karena mineral seperti kalsium dan magnesium mempercepat ekstraksi senyawa kopi, termasuk senyawa pahit dan astringen.
Menurut Scott Rao :
“Air dengan hardness tinggi dapat membuat kopi terasa lebih pahit dan kering (dryness), terutama jika teknik penyeduhan tidak tepat.”
Sementara itu, Apax Coffee Lab menjelaskan:
“Semakin tinggi hardness dan kandungan mineral, semakin mudah terjadi over-ekstraksi. Jika air memiliki pH tinggi dan mineral berlebih, seduhan yang salah bisa menghasilkan dryness dan excessive bitterness.”
Dampak Air High Mineral pada Kopi:
Over-ekstraksi → Rasa pahit berlebihan, dryness, less complex.
Dryness (kekeringan di lidah) → Sensasi astringen seperti teh sepet yang terlalu kuat dan tenggorokan kering.
Menyamarkan nuance rasa → Rasa buah atau floral samar, kopi cenderung undertone/ rasa tidak jelas.
2. Air Low Mineral: Clarity Tinggi, Tapi Tekstur Ringan
Air dengan mineral rendah (low TDS, 0-50 ppm) cenderung menghasilkan: ✅ Clarity (kejernihan rasa) → Nuansa asam, buah, dan floral lebih terasa ❌ Tekstur sangat ringan → Body kopi kurang terasa, very light tekstur terkadang short lenght aftertaste.
Kami di Roastery nyaman menggunakan air low mineral untuk cupping atau Quality Control (QC) di roastery karena konsistensinya. Seperti yang sering ditanyakan customer saya, pakai air apa?
“Di Panna Roastery, saya selalu menyeduh menggunakan low mineral. Untuk QC di roastery, saya menggunakan air demineral dengan sistim filtrasi RO reverse osmosis yang rata-rata air 0-2 ppm mineral ,supaya kualitas airnya selalu konsisten.”
Alasannya?
Air dengan mineral sangat rendah (hampir seperti air destilasi) memastikan tidak ada pengaruh mineral terhadap ekstraksi, sehingga cacat atau kelebihan roast bisa terdeteksi lebih jelas.
Namun, untuk penyajian sehari-hari, air dengan mineral seimbang (50-150 ppm) lebih direkomendasikan agar mendapatkan keseimbangan antara clarity dan body.
3. Rekomendasi Komposisi Air Ideal untuk Kopi
Berdasarkan Specialty Coffee Association (SCA), standar air terbaik untuk kopi adalah:
TDS: 75–150 ppm
Hardness (kalsium/magnesium): 50–100 ppm
pH: 6.5–7.5 (netral)
Alkalinitas: 40–70 ppm
Sumber Air Terbaik untuk Kopi:
Air Reverse Osmosis (RO) + Remineralisasi
Air RO disaring hingga hampir murni, lalu ditambahkan mineral seperti magnesium atau kalsium dalam jumlah terkontrol.
VIT , Aqua (TDS ~60-90 ppm) → Masih cocok digunakan untuk filter
Le Minerale (TDS ~130 ppm) → Sedikit lebih berat, baik untuk espresso.
Sebagai tambah catatan air kemasa bermineral memiliki kandungan mineral yang tidak stabil dari batch ke batch sehingga harus rajin cek menggunakan TDS meter.
Air RO atau distilasi untuk QC di Roastery
Digunakan untuk mengevaluasi roast profile tanpa gangguan mineral.
4. Kesimpulan: Pilih Air Sesuai Kebutuhan
Untuk Clarity & Nuansa Rasa: Gunakan air low mineral (0-50 ppm).
Untuk Balance & Body: Air dengan TDS 50-100 ppm lebih ideal.
Untuk QC & Evaluasi Roast: Air 0-2 ppm (destilasi/RO murni).
Jika kopi terasa terlalu pahit atau kering, cek hardness air Anda. Sebaliknya, jika kopi terasa datar, mungkin air terlalu rendah mineralnya.
Dengan memahami peran air dalam ekstraksi, kita bisa lebih menghargai betapa pentingnya memilih air yang tepat untuk secangkir kopi yang sempurna.
Flat vs. Cone Basket: Bentuk Keranjang Sama Pentingnya dengan Ukuran Gilingan dalam Kopi Seduh
Saat menyeduh kopi dengan metode drip, pemilihan keranjang (basket)—baik yang berbentuk flat bottom maupun cone—memiliki pengaruh signifikan terhadap ekstraksi dan waktu drawdown. Menurut salah satu artikel oleh SCA (Specialty Coffee Association), perbedaan bentuk keranjang ini memengaruhi aliran air, ekstraksi, dan bahkan strategi penyajian.
Perbedaan Dasar: Cone vs. Flat Bottom
Cone Basket
Drawdown lebih cepat karena bentuk kerucut yang memusatkan aliran air.
Rentan terhadap channeling jika gilingan tidak konsisten.
Cocok untuk teknik pulse pour yang lebih intens karena air mengalir lebih efisien.
Flat Bottom Basket
Drawdown lebih lambat karena distribusi air yang merata di dasar datar.
Memberikan ekstraksi lebih stabil dan mengurangi risiko channeling.
Membutuhkan penyesuaian teknik penyeduhan, seperti mengurangi frekuensi pulse pour dibandingkan cone.
Tips Penyesuaian untuk Flat Bottom
Grind Size: Karena drawdown lebih lambat, mungkin perlu menggiling sedikit lebih kasar (tergantung resep) untuk menghindari over-extraction.
Pulse Pour: Kurangi frekuensi banyaknya pouring dibandingkan dengan cone , maintain air jangan terlalu penuh agar tidak membanjiri bed kopi. Aliran tuang air yang lebih lambat membantu kontrol yang lebih presisi.
Agitasi: Pengadukan (swirl) bisa membantu distribusi ekstraksi, terutama jika menggunakan flat bottom.
Sebagai catatan sekarang ada banyak opsi flat bottom yang menawarkan fast flow seperti B75 dari Timemore.
Kesimpulan
Bentuk keranjang bukan sekadar preferensi visual—ia memengaruhi dinamika penyeduhan. Eksperimen dengan grind size, teknik pouring, dan rasio air-kopi akan membantu mencapai ekstraksi optimal, baik menggunakan cone yang cepat atau flat bottom yang lebih stabil.
Coffee Flavor Wheel: Peran Enzimatik, Sugar Browning, dan Dry Distillation dalam Pembentukan Rasa Kopi
Kopi, terutama varietas Arabika, memiliki spektrum rasa yang sangat beragam. Salah satu alat penting untuk memahami kompleksitas rasa ini adalah Coffee Taster’s Flavor Wheel, yang dikembangkan oleh Specialty Coffee Association (SCA) dan World Coffee Research (WCR). Namun, di balik beragamnya rasa kopi, terdapat proses kimia dan fisika yang mendasarinya, termasuk reaksi enzimatik, sugar browning (Maillard & karamelisasi), dan dry distillation selama roasting.
1. Fermentasi Membentuk Rasa Kopi! Reaksi Enzimatik
Selama pengolahan pascapanen, fermentasi memicu aktivitas enzim yang memecah senyawa kompleks dalam buah kopi (mucilage), menghasilkan prekursor rasa yang berbeda tergantung metode pengolahannya:
Natural Process (Dry Process): Fermentasi anaerob alami menghasilkan ester dan alkohol yang memberikan rasa buah-buahan intens (blueberry, strawberry), biasanya memiliki rasa spektrum bebuahan berwarna merah dan ungu.
Washed Process: Fermentasi terkontrol dengan air menghilangkan lendir, menghasilkan rasa lebih bersih dan acidic (floral, citrus), biasanya memiliki spektrum rasa bebuahan berwarna kuning.
Honey Process: Fermentasi parsial dengan sisa mucilage menciptakan rasa manis dan fruity yang kompleks, biasanya menghadirkan kombinasi rasa manis dengan warna spektrum coklat dan bebuahan spektrum rasa berwarna orange dan merah.
2. Sugar Browning (Reaksi Maillard & Karamelisasi) Selama Roasting
Proses sangrai mengaktifkan dua reaksi penting yang membentuk rasa dan aroma kopi:
A. Reaksi Maillard
Terjadi ketika asam amino dan gula pereduksi bereaksi pada suhu 140–165°C, menghasilkan:
Rasa nutty, chocolaty, dan savory (dari senyawa furanones, pyrazines).
Aroma roasted (melanoidin).
B. Karamelisasi
Terjadi pada suhu lebih tinggi (>170°C), di mana gula terurai menjadi:
Rasa manis, caramel, atau bitter (tergantung tingkat roasting).
Senyawa seperti furfural (roasty, nutty) dan maltol (sweet, cotton candy-like).
Light vs. Dark Roast:
Light Roast: Dominasi asam klorogenat + reaksi Maillard awal → floral, fruity.
Dark Roast: Karamelisasi ekstrem + dry distillation → smoky, pahit.
3. Dry Distillation: Pembentukan Senyawa Aromatik pada Roasting Gelap
Pada dark roast (di atas 220°C), terjadi dry distillation (pirolisis), di mana senyawa organik terurai tanpa oksigen, menghasilkan:
Fenol (smoky, spicy).
Asam karbonat (bitterness).
Senyawa aromatik kompleks (tobacco, tar).
Proses ini mengurangi keasaman tetapi meningkatkan body dan intensitas rasa.
Contoh pada Flavor Wheel:
Dark Roast: Rasa “earthy” (tobacco, dark chocolate) berasal dari dry distillation.
Kesimpulan: Bagaimana Semua Ini Terkait dengan Coffee Flavor Wheel?
Fermentasi (Enzimatik) → Membentuk prekursor rasa (fruity, floral).
Sugar Browning (Maillard & Karamelisasi) → Membangun dasar rasa (nutty, caramel).
Dry Distillation → Menambahkan kompleksitas pada dark roast (smoky, spicy).
Flavor Wheel membantu mengklasifikasikan rasa-rasa ini secara sistematis, mulai dari kategori fruity/floral (hasil fermentasi) hingga smoky/tobaccoish (hasil dry distillation).
Dengan memahami proses kimia di balik rasa kopi, kita dapat lebih menghargai mengapa Arabika memiliki spektrum rasa begitu luas—mulai dari floral hingga smoky—tergantung pengolahan dan roasting.
Degassing, Pre-Infusion/ Blooming: Optimalisasi Pelepasan CO₂ untuk Ekstraksi Kopi yang Lebih Baik
Mengapa CO₂ Harus Dilepaskan?
Ketika biji kopi baru disangrai(roasted) banyak co2 trap di dalam biji kopi yang mana kita melepaskan sejumlah besar karbon dioksida (CO₂) dalam proses yang disebut degassing. Gas ini terperangkap dalam struktur sel kopi dan perlahan keluar seiring waktu (resting time). Jika kopi digiling dan diseduh terlalu cepat setelah roasting, CO₂ yang masih tersisa akan menghambat ekstraksi dengan cara:
Menghalangi Kontak Air dengan Kopi – Gas CO₂ yang keluar saat penyeduhan menciptakan lapisan udara di sekitar partikel kopi, mencegah air mengekstrak senyawa rasa secara optimal, hal ini juga sangat terlihat ketika menyeduh espresso dengan kopi yang sangat fresh. Flow rate air yang turun dari spout portafilter tidak lancar, sedikit terhambat.
Meningkatkan Rasa Pahit (Bitterness) Channeling – Ekstraksi yang tidak merata akibat CO₂ dapat menyebabkan over-ekstraksi di beberapa area dan under-ekstraksi di area lain, menghasilkan ketidakseimbangan rasa dengan bitterness yang lebih dominan.
Mengurangi Clarity dan Sweetness – CO₂ yang berlebihan membuat ekstraksi tidak konsisten, sehingga rasa kopi menjadi kurang jernih dan kurang manis alami.
Oleh karena itu, resting time (degassing period) dan teknik pre-infusion/blooming sangat penting untuk memastikan pelepasan CO₂ sebelum ekstraksi penuh dimulai.
Peran Pre-Infusion dalam Degassing
Pre-infusion adalah tahap awal penyeduhan di mana sejumlah kecil air ditambahkan untuk membasahi kopi secara merata sebelum ekstraksi utama. Tahap ini sering disebut juga blooming, terutama dalam metode pour-over.
Bagaimana Pre-Infusion Mengoptimalkan Degassing?
Membasahi Seluruh Bubuk Kopi Secara Merata
Jika air tidak menyentuh semua bagian kopi, CO₂ akan keluar tidak merata, menyebabkan ekstraksi tidak konsisten.
Rule of thumb: Gunakan air 2-3x berat kopi (misal: 15g kopi → 30-45g air blooming) dan pastikan seluruh permukaan terbasahi.
Durasi Pre-Infusion yang Optimal
30 detik – 1 menit adalah rentang waktu umum untuk blooming.
Semakin lama pre-infusion, semakin banyak CO₂ yang keluar, tetapi juga meningkatkan total contact time antara kopi dan air, yang mana nanti juga membantu meningkatkan sweetness.
Jika terlalu lama, risiko over-ekstraksi meningkat, terutama untuk kopi yang sudah cukup lama degassing.
Kesimpulan: Degassing + Pre-Infusion = Ekstraksi Lebih Optimal
Resting time (degassing) memastikan CO₂ berkurang sebelum penyeduhan.
Pre-infusion/blooming membantu pelepasan CO₂ sisa secara terkontrol, memastikan ekstraksi lebih merata.
Durasi dan rasio air blooming memengaruhi kecepatan degassing dan keseimbangan rasa. Harus kalian ingat kembali bahwa pre infusion bukanlah ekstraksi utama , sehingga dapat mudah dipahami jika kita menuangkan terlalu banyak air diawal hasil kopi akan terasa weak dan lack of sweetness karena ratio antara ekstraksi awal dan ekstraksi utama tidak seimbang.
Dengan mengoptimalkan kedua faktor ini, kita bisa mendapatkan cangkir kopi dengan clarity lebih baik, sweetness lebih terasa, dan bitterness yang terkendali.
Tips Praktis:
Untuk kopi fresh roast (14-20 hari), gunakan pre-infusion lebih lama (45-60 detik).
Gunakan air untuk preinfusion minimal 2x berat kopi sampai dengan 3x berat kopi untuk hasil lebih optimal dan seluruh kopi terbasahi secara sempurna.
Untuk kopi yang sudah lebih dari 4 minggu, pre-infusion bisa lebih singkat (30-45 detik).
Eksperimen dengan rasio air blooming (2x vs 3x) untuk menemukan keseimbangan rasa terbaik.
Dengan memahami hubungan antara degassing, pre-infusion, dan blooming, kita bisa menyeduh kopi dengan presisi dan konsistensi yang lebih tinggi.
BELI KOPI SESUAI KEBUTUHAN DAN JANGAN LUPA RESTING
Pengaruh Medan Magnet pada Kualitas Air dan Rasa Kopi: Tinjauan Teori & Aplikasi
Berdasarkan penelitian dari London South Bank University (LSBU) tentang efek magnetik pada air, medan magnet statis dapat mengubah sifat fisikokimia air, yang berpotensi memengaruhi rasa—termasuk dalam penyeduhan kopi. Berikut analisisnya:
Perubahan Struktur Molekul Air: Medan magnet statis dapat memengaruhi ikatan hidrogen dalam air, meningkatkan pelarutan mineral (seperti kalsium dan magnesium) yang memengaruhi mouthfeel dan aftertaste.
Reduksi Scale (Kerak Mineral): Air yang terpapar medan magnet cenderung mengurangi pengendapan mineral, sehingga mungkin menghasilkan air yang lebih “bersih” secara sensori.
Dampak pada Rasa Air:
Air termagnetisasi dilaporkan terasa lebih ringan dan sedikit lebih manis dalam beberapa studi, meski efeknya subtil ( tidak terlalu kentara) dan bergantung pada komposisi mineral awal.
2. Aplikasi pada Kopi: Apakah Medan Magnet Mempengaruhi Rasa?
Jika air yang termagnetisasi digunakan untuk menyeduh kopi, ada beberapa kemungkinan efek:
A. Kemungkinan Manfaat
Ekstraksi Lebih Efisien: Air dengan struktur terubah , mungkin dapat melarutkan senyawa kopi (seperti gula dan asam) lebih optimal, jika struktur terubah beberapa poin rasa dapat ditingkatkan seperti sweetness dan clarity.
Pengurangan Rasa Pahit: Jika medan magnet mengurangi pengendapan mineral, ini bisa meminimalkan ekstraksi senyawa pahit yang terkait dengan kesadahan air.
B. Tantangan dan Ketidakpastian
Efek Marginal: Perubahan rasa mungkin sangat tipis dan sulit dideteksi tanpa uji sensorik terkontrol dan uji ekstraksi dengan menggunakan refraktometer.
Variabel Lain yang Dominan: Faktor seperti roasting profile, grind size, dan teknik brewing mungkin lebih berpengaruh daripada magnetisasi air.
C. Studi Terkait Pernah Dilakukan Pada :
Penelitian tentang Teh: Beberapa eksperimen menunjukkan air termagnetisasi meningkatkan ekstraksi polifenol dalam teh, menghasilkan rasa lebih kuat. Ini bisa berlaku serupa untuk kopi.
Eksperimen Praktis: Barista seperti Maxwell Colonna-Dashwood (pakar water for coffee) mengeksplorasi pengaruh mineral air terhadap rasa kopi, tetapi efek magnetisasi belum banyak diteliti secara spesifik.
3. Kesimpulan: Medan Magnet & Kopi
Secara Teoretis: Medan magnet mungkin memengaruhi rasa kopi melalui perubahan struktur air dan efisiensi ekstraksi, tetapi bukti ilmiah langsung masih terbatas.
Secara Praktis: Jika ingin mencoba:
Gunakan air yang telah dipapar medan magnet statis (misalnya dengan magnetic water conditioner).
Bandingkan dengan air normal melalui cupping test untuk menilai perbedaan rasa.